Senin, April 07, 2014

Mitigasi Bencana Gunung Meletus


SEBELUM TERJADI LETUSAN: 

  • Langkah pertama Cari tahu tentang system pengamanan di komunitas daerah masing-masing serta bagan alur keadaan darurat.

  • #Langkah pertama, Waspadai mengenai bahaya yang menyertai letusan gunung api yaitu: 
- Lahar dan banjir bandang 
- Longsor dan hujan batu (material gunung api) 
- Gempa bumi 
- Hujan abu dan hujan asam 
- Tsunami 


        #Kedua, Lakukan rencana evakuasi .

- Apabila anda tinggal di daerah rawan bencana gunung api, harus ingat route manayang aman untuk dilalui 
- Bentuk komunitas bahaya bencana gunungapi 
- Apabila anggota keluarga tidak berkumpul ketika terjadi letusan (misalnya yangdewasa sedang bekerja dan anak-anak sedang sekolah) usahakan untuk berkumpul dalam keluarga jangan terpisah 
- Mintalah keluarga yang tinggal berjauhan untuk saling mengontak sebagai hubungan keluarga sebab sehabis terjadi bencana biasanya lebih mudah untuk kontak jarak jauh 
- Tiap anggota keluarga usahakan untuk mengetahui nama, alamat dan nomor telepon anggota keluarga yang lain. 
- kemudian, Buatlah persediaan perlengkapan darurat seperti : 

- Batere/ senter dan extra batu batere

- Obat-obatan untuk pertolongan pertama

- Makanan dan air minum untuk keadaan darurat.

- Pembuka kaleng

- Masker debu

- Sepatu

- Pakailah kacamata dan gunakan masker apabila terjadi hujan abu. 
Hubungi pihak-pihak yang berwenang mengenai penanggulangan bencana. 
Walaupun tampaknya lebih aman untuk tinggal di dalam rumah sampai gunungapi berhenti meletus, tapi apabila anda tinggal di daerah rawan bahaya gunungapi akan sangat berbahaya. Patuhi instruksi yang berwenang dan lakukan secepatnya 


  • SELAMA TERJADI LETUSAN: 
Ikuti perintah pengungsian yang diperintahkan oleh yang berwenang. 
Hindari melewati searah dengan arah angin dan sungai-sungai yang berhulu di puncak gunung yang sedang meletus. 
Apabila terjebak di dalam ruangan/ rumah : 
- Tutup seluruh jendela, pintu-pintu masuk dan lubang /keran 
- Letakkan seluruh mesin ke dalam garasi atau tempat yang tertutup 
- Bawa binatang atau hewan peliharaan lainnya ke dalam ruang yang terlindung 


Apabila berada di ruang terbuka: 
- Cari ruang perlindungan 
- Apabila terjadi hujan batu, lindungi kepala dengan posisi melingkar seperti bola 
- Apabila terjebak dekat suatu aliran, hati-hati terhadap adanya aliran lahar.Cari tempat yang lebih tinggi terutama 
- Lindungi diri anda dari hujan 
- Kenakan pakaian kemeja lengan panjang dan celana 
- Gunakan kacamata untuk melindungi mata anda 
- Gunakan masker debu atau gunakan kain/ sapu tangan untuk melindungi pernapasan anda 
- Matikan mesin mobil atau kendaraan lainnya kalau mendengar adanya aliran lahar 
- Hindari daerah bahaya yang telah ditetapkan oleh pemerintah/ lembaga yang berwenang/lihat peta daerah bahaya gunung api 



  • Akibat letusan gunungapi bisa dirasakan berkilo meter jauhnya dari gunung api yang sedang meletus. Aliran lahar dan banjir bandang, kebakaran hutan bahkan aliran awan panas yang mematikan dapat mengenai anda yang bahkan tidak melihat ketika gunung api meletus. Hindari lembah-lembah sungai dan daerah yang rendah. Mencoba mendekati gunung api yang sedang meletus merupakan ide yang dapat membawa maut. 



  • Apabila anda melihat permukaan aliran air sungai naik cepat-cepat cari daerah yang lebih tinggi. Apabila aliran lahar melewati jembatan jauhi jembatan tersebut. Aliran lahar memiliki daya kekuatan yang besar , membentuk aliran yang mengandung lumpur dan bahan gunung api lainnya yang dapat bergerak dengan kecepatan 30-60 kilometer perjam. Awan panas yang mengandung debu gunungapi dapat membakar tumbuhan yang dilaluinya dengan amat cepat. Dengarkan berita dari radio atau televisi mengenai situasi terakhir bahaya letusan gunung api 


  • PASCA TERJADI LETUSAN: 
*Apabila mungkin, hindari daerah-daerah zona hujan abu. 
*Apabila berada di luar ruangan: 
- Tutup mulut dan hidung anda. Debu gunungapi dapat mengiritasi system pernapasan anda 
- Gunakan kacamata untuk melindungi mata anda. 
- Lindungi kulit anda dari iritasi akibat debu gunungapi. 
- Bersihkan atap dari hujan debu gunungapi 
-Hujan debu yang menutupi atap sangat berat dan dapat mengakibatkan runtuhnya atap bangunan. Hati-hati ketika bekerja di atap bangunan rumah. 
- Hindari mengendarai kendaraan di daerah hujan abu yang lebat. 
- Mengendarai kendaraan mengakibatkan debu tersedot dan dapat merusak mesin kendaraan tersebut. 
- Apabila anda punya penyakit pernapasan, hindari sedapat mungkin kontak dengan debu gunung api. 
- Tinggallah di dalam rumah sampai keadaan dinyatakan aman di luar rumah. 
Ingat untuk membantu tetangga yang mungkin membutuhkan pertolongan seperti orang tua, orang yang cacat fisik, anak-anak yang tidak memiliki orang tua dan sebagainya 

Berikut ini Upaya yang dilakukan Pemerintah sebelum dan sesudah Letusan Gunung Api :

1. Sebelum terjadi letusan dilakukan : 
- Pemantaun dan pengamatan kegiatan pada semua gunungapi aktif, 
- Pembuatan dan penyediaan Peta Kawasan Rawan Bencana dan Peta Zona Resiko Bahaya Gunungapi yang didukung dengan dengan Peta Geologi Gunungapi, 
- Melaksanakan prosedur tetap penanggulangan bencana letusan gunungapi, 
- Melakukan pembimbingan dan pemeberian informasi gunungapi, 
-Melakukan penyelidikan dan penelitian geologi, geofisika dan geokimia di gunungapi, 
-Melakukan peningkatan sumberdaya manusia dan pendukungnya seperti peningkatan sarana dan prasarananya. 


2. Setelah terjadi letusan : 
- Menginventarisir data, mencakup sebaran dan volume hasil letusan, 
- Mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya, 
- Memberikan saran penanggulangan bahaya, 
- Memberikan penataan kawasan jangka pendek dan jangka panjang, 
- Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak, 
- Menurunkan status kegiatan, bila keadaan sudah menurun, 
- Melanjutkan memantauan rutin.

Mitigasi Bencana

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Banyak terjadinya berbagai bencana alam yang menimpa Indonesia seperti gempa bumi dan tsunami salah satunya adalah diakibatkan oleh letak geografis Indonesia yang terletak di pertemuan tiga lempeng dunia. Selain itu, masih banyak terdapatnya gunung berapi aktif di Indonesia masih bisa memicu terjadinya bencana gunung berapi.

Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air kiita. Indonesia merupakan negara kepulauan tempat dimana tempat tiga lempeng besar dunia bertemu, yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Interaksi antar lempeng-lempeng tersebut lebih lanjut menempatkan Indosesia sebagai wilayah yang memiliki aktifitas kegunungapian dan kegempaan yang cukup tinggi.

Potensi bencana alam ini telah diperparah oleh beberapa permasalahan lain yang muncul di tanah air kita yang memicu peningkatan kerentanan. Laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi, sebagai salah satu contohnya, akan banyak membutuhkan kawasan-kawasan hunian baru yang pada akhirnya kawasan hunian tersebut akan terus berkembang dan memnyebar hingga mencapai wilayah-wilayah marginal yang tidak aman. Tidak tertib dan tepatnya tata guna lahan, sebagai inti dari permasalahan ini, adalah faktor utama yang menyebabkan adanya peningkatan kerentanan. Peningkatan kerentanan ini akan lebih diperparah bila aparat pemerintah maupun masyarakatnya sama sekali tidak menyadari dan tanggap terhadap adanya potensi bencana alam di daerahnya. Pengalaman memperlihatkan bahwa kejadian-kejadian bencana alam selama ini telah banyak menimbulkan kerugian dan penderitaan yang cukup berat sebagai akibat dari perpaduan bahaya alam dan kompleksitas permasalahan lainnya. Untuk itu diperlukan upaya- upaya yang komprehensif untuk mengurangi resiko bencana alam, antara lain dengan melakukan upaya mitigasi.

B. Rumusan Masalah

1. Definisi Mitigasi Bencana
2. Jenis-Jenis Mitigasi
3. Manfaat Mempelajari Mitigasi Bencana
4. Contoh Mitigasi Bencana

C. Tujuan

1. Mengetahui Definisi Mitigasi Bencana
2. Mengetahui Jenis-Jenis Mitigasi Bencana
3. Memahami Manfaat Mempelajari Mitigasi Bencana
4. Memahami Cara Penanggulangan Bencana


BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Mitigasi Bencana

Dari latar belakang tentang bencana alam di Indonesia, mitigasi bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik tolak utama dari manajemen bencana. Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi dan/atau meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan penjinakan/peredaman atau dikenal dengan istilah Mitigasi.
Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik yang termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana sebagai akibat dari perbuatan manusia (man-made disaster).

Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam rangka mengurangi kerugian akibat kemungkinan terjadinya bencana, baik itu korban jiwa dan/atau kerugian harta benda yang akan berpengaruh pada kehidupan dan kegiatan manusia. Untuk mendefenisikan rencana atau srategi mitigasi yang tepat dan akurat, perlu dilakukan kajian resiko (risk assessmemnt) .

Kegiatan mitigasi bencana hendaknya merupakan kegiatan yang rutin dan berkelanjutan (sustainable). Hal ini berarti bahwa kegiatan mitigasi seharusnya sudah dilakukan dalam periode jauh-jauh hari sebelum kegiatan bencana, yang seringkali datang lebih cepat dari waktu-waktu yang diperkirakan, dan bahkan memiliki intensitas yang lebih besar dari yang diperkirakan semula.

Tujuan utama (ultimate goal) dari Mitigasi Bencana adalah sebagai berikut :

1. Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi penduduk, seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy costs) dan kerusakan sumber daya alam.
2. Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.
3. Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam menghadapi serta mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman (safe).

B. Jenis-Jenis Mitigasi

Secara umum, dalam prakteknya mitigasi dapat dikelompokkan ke dalam mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. Mitigasi struktural berhubungan dengan usaha-usaha pembangunan konstruksi fisik, sementara mitigasi non struktural antara lain meliputi perencanaan tata guna lahan disesuaikan dengan kerentanan wilayahnya dan memberlakukan peraturan (law enforcement) pembangunan. Dalam kaitan itu pula, kebijakan nasional harus lebih memberikan keleluasan secara substansial kepada daerah-daerah untuk mengembangkan sistem mitigasi bencana yang dianggap paling tepat dan paling efektif-efisien untuk daerahnya.

1. Mitigasi Struktural

Mitigsasi struktural merupakan upaya untuk meminimalkan bencana yang dilakukan melalui pembangunan berbagai prasarana fisik dan menggunakan pendekatan teknologi, seperti pembuatan kanal khusus untuk pencegahan banjir, alat pendeteksi aktivitas gunung berapi, bangunan yang bersifat tahan gempa, ataupun Early Warning System yang digunakan untuk memprediksi terjadinya gelombang tsunami.

Mitigasi struktural adalah upaya untuk mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana dengan cara rekayasa teknis bangunan tahan bencana. Bangunan tahan bencana adalah bangunan dengan struktur yang direncanakan sedemikian rupa sehingga bangunan tersebut mampu bertahan atau mengalami kerusakan yang tidak membahayakan apabila bencana yang bersangkutan terjadi. Rekayasa teknis adalah prosedur perancangan struktur bangunan yang telah memperhitungkan karakteristik aksi dari bencana.

2. Mitigasi Non-Struktural

Mitigasi non-struktural adalah upaya mengurangi dampak bencana selain dari upaya tersebut di atas. Bisa dalam lingkup upaya pembuatan kebijakan seperti pembuatan suatu peraturan. Undang-Undang Penanggulangan Bencana (UU PB) adalah upaya non-struktural di bidang kebijakan dari mitigasi ini. Contoh lainnya adalah pembuatan tata ruang kota, capacity building masyarakat, bahkan sampai menghidupkan berbagaia aktivitas lain yang berguna bagi penguatan kapasitas masyarakat, juga bagian ari mitigasi ini. Ini semua dilakukan untuk, oleh dan di masyarakat yang hidup di sekitar daerah rawan bencana.

Kebijakan non struktural meliputi legislasi, perencanaan wilayah, dan asuransi. Kebijakan non struktural lebih berkaitan dengan kebijakan yang bertujuan untuk menghindari risiko yang tidak perlu dan merusak. Tentu, sebelum perlu dilakukan identifikasi risiko terlebih dahulu. Penilaian risiko fisik meliputi proses identifikasi dan evaluasi tentang kemungkinan terjadinya bencana dan dampak yang mungkin ditimbulkannya.

Kebijakan mitigasi baik yang bersifat struktural maupun yang bersifat non struktural harus saling mendukung antara satu dengan yang lainnya. Pemanfaatan teknologi untuk memprediksi, mengantisipasi dan mengurangi risiko terjadinya suatu bencana harus diimbangi dengan penciptaan dan penegakan perangkat peraturan yang memadai yang didukung oleh rencana tata ruang yang sesuai. Sering terjadinya peristiwa banjir dan tanah longsor pada musim hujan dan kekeringan di beberapa tempat di Indonesia pada musim kemarau sebagian besar diakibatkan oleh lemahnya penegakan hukum dan pemanfaatan tata ruang wilayah yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar. Teknologi yang digunakan untuk memprediksi, mengantisipasi dan mengurangi risiko terjadinya suatu bencana pun harus diusahakan agar tidak mengganggu keseimbangan lingkungan di masa depan.

C. Manfaat Pendidikan Dini Mitigasi Bencana

Dalam UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana mitigasi bencana didefinisikan sebagai sebagai serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Namun dalam implementasinya ke masyarakat masih sangat minim akibatnya masyarakat terutama di wilayah rawan bencana belum memiliki pengetahuan memadai akan kebencanaan dan tidak mempunyai kemampuan adaptif dengan keadaan dan proses pemulihan pasca bencana.

Pengetahuan masyarakat tentang kearifan lokal terasa semakin menurun karena kurang sosialisasi dan pembinaan. Karena itu peningkatan kesadaran dan pemberdayaan masyarakat sangat mutlak diperlukan. Seiring dengan itu, penggalian terhadap kearifan lokal sangat diperlukan karena memberikan pemahaman dan panduan dalam lingkup tradisi lokal bagaimana menjalani kehidupan sehari-hari, termasuk pengetahuan ciri-ciri bencana dan larangan melakukan kegiatan yang merusak lingkungan atau keseimbangan ekosistem. Menggali potensi kearifan lokal yang ada di dalam masyarakat Nias dapat dilakukan dengan melalui pendekatan partisipatif serta melibatkan dukungan banyak pihak seperti budayawan, sosiolog, tokoh masyarakat dan pendidik. Kearifan lokal yang mulai kurang dikenal dan dihayati dapat diformat dalam bahasa publik, bahasa sehari-hari yang mudah dipahami.

Budaya mitigasi berbasis kearifan lokal perlu dibangun sejak dini dalam diri setiap elemen masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang berdaya sehingga dapat meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Dalam hal ini, mitigasi dibangun bukan pula hanya sebagai sistem peringatan dini tetapi ia menjadi sebuah budaya dalam perilaku masyarakat. Langkah efektif yang bisa dilakukan antara lain adalah melalui pembekalan kepada masyarakat baik melalui pendidikan di bangku sekolah maupun pelatihan kepada masyarakat umum. Pengetahuan tentang kebencanaan seyogianya menjadi muatan lokal di wilayah yang paling rawan gempa.

Pendidikan di sekolah bagi siswa sangat strategis untuk menanamkan pengetahuan tentang kebencanaan sejak usia dini dan sosialisasi tentang kearifan lokal yang dimiliki daerah tersebut. Sekolah adalah sarana yang efektif, dimana dengan peran guru terhadap murid mampu mendorong terbangunnya budaya mitigasi dalam lingkup sekolah dan keluarga.

Sesungguhnya banyak cara kreatif untuk melakukan sosialisasi, diantaranya melalui pelatihan, penyuluhan dan simulasi. Materi yang disosialisasikan berupa panduan yang sifatnya sederhana sehingga mudah dipahami, mudah dibuat, dan dikemas menarik perhatian sesuai dengan daya tangkap masyarakat. Mengembangkan kemampuan masyarakat dalam pengetahuan dan teknologi lokal, serta kelembagaan lokal yang mereka miliki akan lebih mudah bila dapat dikomunikasikan dengan bahasa yang mereka pahami.

Upaya lainnya dalam penguatan peran pemangku kepentingan lainnya seperti pemda dalam penanggulangan bencana dapat dilakukan melalui pemberian pelatihan kepada aparatnya yang mencakup pemahaman mengenai kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan kebencanaan saat dan pasca bencana, memberikan pelatihan menggunakan perangkat-perangkat sistem peringatan dini, atau mendukung usaha preventif kebencanaan lainnya.

Membangun kesiapsiagaan dalam menghadapi dan pengurangan risiko bencana harus dilakukan secara menyeluruh dan terus menerus dengan komitmen penuh. Sudah saatnya pula kita pula belajar menghargai, itikad baik untuk memelihara lingkungan dan upaya positif masyarakat dalam mitigasi dapat diberi perhatian dan dukungan karena telah berkontribusi bagi kepentingan banyak orang. Ini sangat efektif dalam membangun budaya mitigasi, dan disinilah kebersamaan itu memiliki arti yang sesungguhnya.

D. Contoh Mitigasi Bencana
Berdasarkan pengamatan selama ini, kita lebih banyak melakukan kegiatan pasca bencana (post event) berupa emergency response dan recovery daripada kegiatan sebelum bencana berupa disasterreduction/mitigation dan disaster preparedness. Padahal, apabila kita memiliki sedikit perhatian terhadap kegiatan-kegiatan sebelum bencana, kita dapat mereduksi potensi bahaya/ kerugian (damages) yang mungkin timbul ketika bencana.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan sebelum bencana dapat berupa pendidikan peningkatan kesadaran bencana (disaster awareness), latihan penanggulangan bencana (disaster drill), penyiapan teknologi tahan bencana (disaster-proof), membangun sistem sosial yang tanggap bencana, dan perumusan kebijakan-kebijakan penanggulangan bencana (disaster management policies).


Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam tiga kegiatan utama, yaitu:

1. Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, serta peringatan dini.

2. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian.

3. Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.

Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan, padahal justru kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana dan pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun swasta memikirkan tentang langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan didalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak bencana.

Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.

Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan dilaksanakan harus memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak hanya melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi juga perlu diperhatikan juga rehabilitasi psikis yang terjadi seperti ketakutan, trauma atau depresi.

Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko dampak dari suatu bencana yang dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang.

Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah. Berikut ini contoh bencana alam yang sering terjadi di Indonesia :

Banjir adalah meluapnya air dari saluran dan menggenangi kawasan sekitarnya. Sembilan puluh persen dari kejadian bencana alam berhubungan dengan banjir. Ada dua jenis banjir, yaitu banjir bandang (kiriman) dan banjir pasang surut.


Adapun beberapa penyebab terjadinya banjir, adalah :
a. Hujan dalam jangka waktu yang panjang atau besarnya curah hujan selama berhari-hari.

b. Erosi tanah menyisakan batuan yang menyebabkan air hujan mengalir deras di atas permukaan tanah tanpa terjadi resapan.

c. Buruknya penanganan sampah yang menyumbat saluran-saluran air sehingga tubuh air meluap dan membanjiri daerah sekitarnya.

d. Pembangunan tempat permukiman dimana tanah kosong diubah menjadi jalan atau tempat parkir yang menyebabkan hilangnya daya serap air hujan. Pembangunan tempat permukiaman bisa menyebabkan meningkatnya resiko banjir sampai 6 kali lipat dibandingkan tanah terbuka yang biasanya mempunyai daya serap air tinggi. Masalah ini sering terjadi di kota-kota besar yang pembangunannya tidak terencana dengan baik. Peraturan pembuatan sumur resapan di daerah perkotaan kurang diawasi pelaksanaannya.

e. Bendungan dan saluran air yang rusak, walaupun tidak sering terjadi, namun bisa menyebabkan banjir terutama pada saat hujan deras yang panjang.

f. Keadaan tanah dan tanaman, tanah yang ditumbuhi banyak tanaman mempunyai daya serap air yang besar. Tanah yang tertutup semen, paving, atau aspal sama sekali tidak menyerap air. Pembabatan hutan juga dapat merupakan penyebab banjir.

g. Di daerah bebatuan, daya serap air sangat kurang sehingga bisa menyebabkan banjr kiriman atau banjir bandang.

Dampak banjir adalah tersebarnya berbagai penyakit disebabkan oleh penggunaan air yang digunakan masyarakat baik air minum maupun air sumur yang telah tercemar oleh air banjir. Air banjir membawa banyak bakteri, virus, parasit dan bibit penyakit lainnya, termasuk juga unsur-unsur kimia yang berbahaya. Umumnya, penyakit yang sering terjadi adalah diare dan penyakit yang disebabkan oleh nyamuk/serangga, seperti Demam Berdarah, Malaria, dll.


Adapun tindakan-tindakan penanggulan banjir yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Pastikan perlatan kebutuhan emergency tetap kering.

2) Jangan makan dengan menggunakan perlatan yag terkontaminasi dengan air banjir, tapi:

    a) Gunakan air bersih untuk mencuci piring, mencuci dan lain-lain.
    b) Rebus air sebelum digunakan. Biarkan air menidih sekuang-kurangnya 7 menit. Hanya minum air  yang         sudah direbus, bukan air mentah.

    c) Gosok gigi atau buat es dari air bersih yang sudah direbus.

3) Sterilkan peralatan makanan dengan menggunakan air panas.

4) Jangan gunakan peralatan listrik yang terendam banjir.

5) Hati-hati dengan ular, kalajengking, atau binatang berbisa lainnya yang masuk ke dalam rumah.

6) Masuk ke dalam rumah dengan menggunakan sepatu karet/boot dan sarung tangan.

7) Bersihkan sisa lumpur yang berada di lantai atau menempel di dinding sesegera mungkin. Sisa lumpur yang kering akan menimbulkan debu dan dapat mengganggu kesehatan ( mengganggu saluran pernapasan, iritasi mata, dan gatal-gatal).

8) Terus dengarkan radio untuk mendengarkan kerusakan-kerusakan infrastruktur yang terjadi seperti jalan, jembatan, bangunan penting dll. Ini penting untuk petunjuk

9) Jangan mendekati bangunan yang tergenang air, karena air bisa meresap ke dalam tanah di bawah pondasi dan menyebabkan tanah akan menurun kekuatannya sehingga bangunan roboh.


Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya, peringatan dan persiapan.

1. Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang karakteristik sumber bencana, probabilitas kejadian bencana, serta data kejadian bencana di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana yang sangat penting untuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya.


2. Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan gunung berapi, dsb). Sistem peringatan didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini serta menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang akan mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya.


3. Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :

Dari latar belakang tentang bencana alam di Indonesia, mitigasi bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik tolak utama dari manajemen bencana. Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi dan/atau meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan penjinakan/peredaman atau dikenal dengan istilah Mitigasi.


Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.


Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.



DAFTAR PUSTAKA
Dr. Suprawoto, S.H., M.Si. 2008. Memahami Bencana. Jakarta. Departemen Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia.

Menggabungkan adaptasi & mitigasi: sebuah pilihan menang-menang

Bentang alam pedesaan berkontribusi baik dengan adaptasi dan mitigasi, menyerap dan menyimpan karbon seraya melindungi dampak perubahan iklim serta memungkinkan para petani memperkaya pilihan mata pencaharian, ujar peneliti dari Pusat Penelitian Kehutanan Internasional. Tomas Munita/CIFOR
Bentang alam pedesaan berkontribusi baik dengan adaptasi dan mitigasi, menyerap dan menyimpan karbon seraya melindungi dampak perubahan iklim serta memungkinkan para petani memperkaya pilihan mata pencaharian, ujar peneliti dari Pusat Penelitian Kehutanan Internasional. Tomas Munita/CIFOR
Turrialba, Kosta Rika (29 November 2013) – Meski bentang alam pedesaan dapat dikelola untuk mengoptimalkan baik itu mitigasi perubahan iklim maupun adaptasi, banyak proyek-proyek pembangunan berorientasi iklim yang gagal memanfaatkan keuntungan-keuntungan tersebut, menurut Bruno Locatelli, ilmuwan dari Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) dan Agricultural Research for Development (CIRAD).
Dengan perencanaan yang sungguh-sungguh, bentang alam dapat dikelola dengan menitikberatkan keseimbangan sinergi adaptasi dan mitigasi –trade-off–ujarnya dalam konferensi Tropical Agriculture Research and Higher Education Center (Centro Agronómico Tropical de Investigación y Enseñanza, CATIE) di Kosta Rika pada bulan Oktober.
“Terdapat potensi besar untuk mengintegrasikan adaptasi dan mitigasi dalam 235 proyek yang kami tinjau di seluruh penjuru dunia, namun dokumen-dokumen proyek tersebut kerap tidak menuliskan alasan untuk melakukannya,” ungkap Locatelli di hadapan pesertadalam Konferensi ke-7 Henry A. Wallace Inter-American Scientific, menandai 40 tahun berdirinya CATIE.
Mitigasi, yang melibatkan pula pengurangan atau offsetting emisi GRK dan adaptasi, yang merujuk pada upaya untuk mengurangi dampak perubahan iklim, kerap dipisahkan dalam kotak, lanjutnya.
Namun bentang alam pedesaan berkontribusi baik terhadap adaptasi maupun mitigasi, menyerap dan menyimpan karbon ketika menahan efek perubahan iklim dan memampukan petani untuk mendiversifikasi penghidupan mereka.
Proyek-proyek pembangunan pedesaan yang berfokus pada adaptasi dapat dengan mudah menggabungkan strategi mitigasi, lanjut Locatelli.
Sebagai contoh, sebuah proyek yang dirancang untuk membantu petani meningkatkan resiliensi terhadap perubahan iklim dan diversifikasi pendapatan mereka memungkinkan memasukkan restorasi DAS untuk perlindungan dari banjir. Karena setiap pohon yang ditanam sebagai semacam restorasi akan menambahkan manfaat mitigasi emisi GRK dengan menyimpan karbon, maka sebuah strategi mitigasi dapat ditambahkan dalam rencana adaptasi.
Namun adaptasi dan mitigasi tidak selalu selaras satu sama lain, terang Locatelli.
Jika pepohonan yang ditanam terdapat dalam perkebunan, ada kemungkinan akan timbul konsekuensi tak diharapkan. Contohnya, menurunnya ketersediaan air, peningkatan limpasan selama banjir atau penggunaan zat kimia untuk pertanian yang dapat memapar mereka yang tinggal di daerah hulu.
Dan meski melindungi hutan mungkin memampukan masyarakat lokal untuk menerima kompensasi untuk mengurangi deforestasi di bawah skema REDD+ ((pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan) yang didukung PBB, ini mungkin juga termasuk peraturan yang akan membatasi akses orang-orang terhadap produk hutan yang penting bagi penghidupan mereka dan untuk menghadapi variasi iklim, jelas Locatelli.
“Anda harus melihat, baik itu sinerginya ataupun –trade-off — nya,” lanjutnya lagi.
Masalah kompleks yang muncul adalah kekurangan data di waktu sebenarnya untuk memandu rancangan proyek dan pengambilan kebijakan. Saat Locatelli meninjau 139 tulisan mengenai perubahan iklim dan mitigasi, dia menemukan bahwa 64 diantaranya menyatakan alasan untuk mengintegrasikan mitigasi dan adaptasi ke dalam proyek, namun hanya 11 tulisan yang sungguh-sungguh mempelajari proyek-proyek perubahan iklim yang ada.
Ini berarti banyak proyek yang mungkin dirancang dan diluncurkan tanpa dukungan bukti ilmiah yang kuat, ujarnya. Celah pengetahuan ini dapat dipenuhi jika pemimpin proyek memiliki sistem umum untuk mengumpulkan data di lapangan yang kemudian dibagikan, tambahnya.
Beberapa langkah telah diambil menuju arah tersebut. Climate, Community and Biodiversity Standards “mengidentifikasi proyek yang secara simultan menangani perubahan iklim, membantu masyarakat lokal dan melindungi keanekaragaman hayati,” berdasar organisasi tersebut.
Masyarakat lokal khususnya, memilih untuk mengambil manfaat dari kombinasi upaya-upaya adaptasi dan mitigasi, ujar Locatelli.
“Jika Anda menambahkan langkah adaptasi dalam proyek-proyek REDD+, Anda dapat mengarahkannya pada kesetaraan, meningkatkan partisipasi pemangku kepentingan dan membuat proyek lebih diterima masyarakat lokal. Menggabungkan adaptasi dan mitigasi menangani keberlanjutannya secara holistik.”
Langkah-langkah mitigasi dan adaptasi ada dalam agenda pembicaraan iklim PBB di Warsawa. Manfaat potensial mengkombinasikan strategi adaptasi dengan mitigasi juga akan didiskusikan pada Forum Bentang Alam Global pada 16-17 November, yang  juga ada dalam pertemuan iklim PBB.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai tema yang didiskusikan dalam artikel ini, silakan menghubungi b.locatelli@cgiar.org
Bruno Locatelli telah berdiskusi tentang “Mengkaitkan Adaptasi dan Mitigasi untuk mengatasi risiko multipel – Penemuan Penelitian terbaru dan contoh lapangan (Linking Adaptation and Mitigation to Address Multiple Risks – New Research Findings and Field Examples)”,  salah satu program diskusi terkait pembicaraan iklim PBB di Warsawa, 14 November 2013.
Tulisan ini adalah bagian dari Program Penelitian CGIAR tentang Hutan, Pohon dan Agroforestri dan didukung oleh kemitraan penelitian Ausaid – CIFOR REDD+.

Minggu, April 06, 2014

mitigasi di kalangan masyarakat

dok.timlo.net/dhefi nugroho
dok.timlo.net/dhefi nugroho
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo
Solo –Pemuda dan pelajar menjadi unsur penting dalam hal penanggulangan bencana. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo meminta kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk memobilisasi pemuda dalam kegiatan mitigasi bencana.
Pelatihan-pelatihan mitigasi bencana yang melibatkan pemuda dan pelajar menurutnya harus lebih ditingkatkan. Semakin banyak dilakukan pelatihan, masyarakat semakin siap dalam menghadapi bencana.
“Di kota besar dan negara maju saja, dalam setahun pelatihan dilakukan minimal 2 kali,” katanya kepada wartawan, Rabu (2/4).
Dengan pelatihan kepada pemuda dan pelajar, mereka bisa memposisikan diri jika bencana terjadi sewaktu-waktu. “Mereka tahu pada sisi mana harus membantu. Apa mitigasi, apa tanggap darurat apakah pada pasca bencana,” terangnya.
Sementara, Kepala Bidang Penyelamatan dan Balakar BPBD Provinsi Jateng, Gembong P Nugroho menjelaskan, bentuk pelatihan berupa simulasi kepada pemuda dan pelajar akan terus dipacu pada tahun ini. Dengan bekal pelatihan, mereka bisa paham akan manajemen bencana.
“Bisa mengetahui karakteristik bencana, setelah itu disimulasikan cara penanganannya,” ujarnya.

Editor : Marhaendra Wijanarko

pengaruh mitigasi dilingkungan sekitar

dok.timlo.net/dhefi nugroho
dok.timlo.net/dhefi nugroho
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo
Solo –Pemuda dan pelajar menjadi unsur penting dalam hal penanggulangan bencana. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo meminta kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk memobilisasi pemuda dalam kegiatan mitigasi bencana.
Pelatihan-pelatihan mitigasi bencana yang melibatkan pemuda dan pelajar menurutnya harus lebih ditingkatkan. Semakin banyak dilakukan pelatihan, masyarakat semakin siap dalam menghadapi bencana.
“Di kota besar dan negara maju saja, dalam setahun pelatihan dilakukan minimal 2 kali,” katanya kepada wartawan, Rabu (2/4).
Dengan pelatihan kepada pemuda dan pelajar, mereka bisa memposisikan diri jika bencana terjadi sewaktu-waktu. “Mereka tahu pada sisi mana harus membantu. Apa mitigasi, apa tanggap darurat apakah pada pasca bencana,” terangnya.
Sementara, Kepala Bidang Penyelamatan dan Balakar BPBD Provinsi Jateng, Gembong P Nugroho menjelaskan, bentuk pelatihan berupa simulasi kepada pemuda dan pelajar akan terus dipacu pada tahun ini. Dengan bekal pelatihan, mereka bisa paham akan manajemen bencana.
“Bisa mengetahui karakteristik bencana, setelah itu disimulasikan cara penanganannya,” ujarnya.

Editor : Marhaendra Wijanarko

Sedikit Materi

Pengertian Mitigasi Bencana Alam

Pengertian Mitigasi Bencana Alam

Mitigasi merupakan tahap penanggulangan bencana alam yg pertama. Mitigasi bencana merupakan langkah yg sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik tolak utama darimanajemen dampak bencana.

Mitigasi adalah segala upaya yg dilakukan untuk mengurangi dan memperkecil dampak bencana alam.

Mitigasi meliputi beberapa kegiatan, diantaranya :

- menerbitkan peta wilayah rawan bencana.

- memasang rambu-rambu peringatan bahaya dan larangan di wilayah rawan bencana

- mengembangkan SDA satuan pelaksana

- mengadakan pelatihan penanggulangan bencana kepada warga di wilayah rawan bencana

Bisa di pahami ?

Kesiapsiagaan dan Mitigasi Bencana Gunung Api
Tanya :
Apa yang harus dilakukan dalam upaya preparedness dan mitigasi bencana gunung berapi?
( Ana, Jombang - 23.06.2008 )
Jawab :
Yang harus dilakukan dalam upaya Preparedness atau Kesiapsiagaan :
  • Dengan mengenal karakteristik ancaman di suatu wilayah yang berada di kawasan rawan bencana.
  • Menganalisis risiko bencana di suatu wilayah dengan melakukan analisis ancaman, analisis kerentanan dan analisis kemampuan.
  • Membangun jaringan komunikasi di masyarakat lewat radio HT untuk mengakses informasi-informasi baik dari pemerintah maupun masyarakat secara up to date tentang kondisi gunung api.
  • Adanya rencana aksi daerah (RAD) di tingkat pemerintah  hingga rencana aksi kampung (RAK) di tingkat masyarakat, yang merupakan kegiatan-kegiatan dalam upaya pengurangan risiko bencana (PRB), seperti pelatihan tentang kebencanaan, membangun sarana-sarana peringatan dini, membangun jaringan komunikasi dan sebagainya.
  • Adanya kerjasama setiap pihak terutama masyarakat yang berada di sekitar kawasan rawan bencana gunung api yang tidak mengenal batas administrasi.
  • Memfokuskan kegiatan-kegiatan untuk mengurangi risiko sebelum terjadinya erupsi gunung api.

Mitigasi:
  • Mitigasi struktural, berupa bangunan-bangunan fisik yang sifatnya untuk mencegah atau mengurangi dampak dari suatu ancaman gunung api. Perlu diperhatikan bahwa mitigasi yang dilakukan harus sesuai dengan konteks ancaman, contohnya: pembangunan dam di sungai-sungai yang berada di bagian bawah untuk tujuan memitigasi ancaman lahar dingin, memasang alat peringatan dini, alat pemantauan gunung api.
  • Mitigasi non struktural, adalah upaya-upaya yang dilakukan di masyarakat untuk mengurangi kerentanan-kerentanan dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengurangi risiko bencana, contohnya: pelatihan kebencanaan, pelatihan penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD) dll.